Saat Kuaker Menjadi Bubur

kuaker menjadi bubur

Kalau saja saat ini aku adalah orang yang mempunyai kekuatan menghilang. Mungkin aku orang pertama yang akan menggunakan kekuatan itu ke tubuhku sendiri. Gak tau lagi harus nyari obat apa, rasanya udah banyak zat kimia dalam kapsul yang aku telan setiap rasa sakit ini datang. Pelan, tapi dia pasti membuatku tak sanggup berucap apapun.

Semua berubah salah saat dia datang.

Sudah 1 Minggu ini aku sakit yang tak akan ingin siapapun merasakannya. Sakit gigi, inilah yang terus aku keluhkan dari satu minggu yang lalu. Kemaren ada temenku dateng malah aku marahin cuman gara-gara penyakit ini kambuh.

Aku gak bisa terlalu banyak berharap, karena sakit ini datang tak diharapkan, pulang syukur-syukur kalo ingat.

Haruskah aku terus menelan zat kimia di kapsul ini setiap saat?

Bagaimana dengan ginjalku nanti?

Apakah dia akan baik-baik saja.

“Tuhan, seberat inikah.” Oke. Ini lebay.

Proposal penelitianku baru aja direvisi lagi, disaat sedang merevisi, dia dateng dengan tangguhnya, seakan dia benar-benar ingin menaklukkanku. Sembari tersenyum, aku cuma bisa berharap dan berusaha diselingi do’a kecil semoga aku lekas sembuh.

Kalo dalam keadaan seperti ini, aku mending sakit hati 1 juta kali daripada sakit gigi. Gak usah percaya lagu dangdut itu. Rasanya seluruh tubuh menjadi sakit, mau tidur dia sakit. Mau jalan dia membuat mulut aku menggigil.

Ingin rasanya aku berdialog dengan penyakit ini.

“Hai gi, apa kabarnya?”

“Haiii, aku sehat, liat aja aku udah buat Heru Arya kesakitan, kerenkan?”

“Wihhh.. keren banget, gimana perasaanya setelah buat Heru takluk.”

“Ahhh, seneng sekali, keknya aku bakalan setia sama dia.”

“Lho! Kenapa kok setia? Apa yang spesial dari Heru?”

“Gini, pertama. Dia beda dari yang lain, terus dia itu selalu patuh kalo aku lagi marah-marah.”

“Ooo, gitu ya, okelah, terima kasih atas waktunya.”

Rasa sakit ini kalo saja gak menyakiti gigi untuk makan, aku gak akan marah, paling langsung aku cabut, tapi mirisnya dia menggangu kedua gigi perobekku. “Iya, gigi drakula dan gigi penghancur.” Satu lagi yang buat aku sedih banget adalah :

Bubur Kuaker

Tak perlulah kalian bingung dan bertanya makanan apa itu? Itulah yang disebut bubur kueker. Makanan buat bayi yang belum bisa makan nasi. Makanan yang harus dicampur susu dulu karena rasa aslinya seperti yang tak terbayangkan. Syukurnya makanan di atas aku kreasi dengan susu dan sedikit snack.

Supaya selera makanku gak turun.

Mulut berkata lain, benar kata iklan “Lidah gak bisa bohong.”

Mulutku seakan tidak ingin terbuka, tenggorokanku seakan tidak ingin menelan, bahkan perutku seakan ingin melemparnya keras hingga aku muntah. Awalnya aku paksakan demi bisa makan, tapi Tuhan berkehendak lain, aku muntah dengan lepas tangan. Sebuah prestasi baru.

Hebatnya, disaat seperti ini aku belajar, bahwa sesulit apapun keadaan, kita tetap harus berusaha memaksakan semuanya untuk tetap terjadi. Meskipun kita harus sembari menangis. Aku belajar bahwa gak semua hal bisa kita paksakan, perut mengajarkan aku bahwa yang bukan keinginanmu jangan paksa dia menjadi milikmu. Mulut mengajarkan aku bahwa kita harus menghargai apa yang kita miliki.

Satu lagi, GIGI. Dia mengajarkan aku bahwa harta berharga kita harus dijaga sebaik mungkin, jangan kita mudah meremehkan hal sekecil apapun. Terkadang yang kecil bisa berubah besar dalam hitungan detik.

Terakhir, aku semakin mengerti bahwa hidup itu seperti saat kuaker menjadi bubur, gak ada yang perlu kita sesali, yang perlu kita lakukan adalah memperbaiki dan berusaha supaya semua tetap baik-baik saja. Meskipun kuaker sudah menjadi bubur, jika kita beri sedikit susu dan snack, maka ada rasa yang berbeda yang hadir.

Sama seperti kita, ketika kita memberikan sedikit optimisme di dalam penyesalan, maka kita akan bangkit dari hal yang menjadi penyesalan.

“Aku berdo’a semoga aku cepet sembuh.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *