Sajak Cinta – Sejak lama, aku ingin berucap lirih dan membuatmu melihatku lebih lama dari biasanya. Iya, sesaat untuk waktu yang lama. Membiarkan dirimu pergi dari dunia yang selalu mengusik keberadaan kita.
Tapi, apa dayaku yang hanya bisa menyisiri masa untuk mengintip kepastian yang pernah aku patahkan
sendiri.
Ya, aku sadar sedang berada dalam banyak keadaan yang aku sendiri masih merabanya. Sebenarnya aku ingin melihat, tapi aku sendiri tak mampu melakukan itu.
Aku pernah mencobanya, tapi apa? Aku justru tenggelam di dalamnya.
Kali ini aku begitu runyam menghadapi panggung sandiwara ini.
Dirimu yang di sana selalu menjaga rasa itu seutuh belati dan setenang binar mata yang selalu dirimu pancarkan.
Aku masih berdiri, berharap sedikit ucap lirih itu terbalaskan.
Maaf.
Tapi, apa dayaku yang sudah mematahkan semua ini. Meski dirimu mencoba membangun tembok itu lagi, tetap saja ia akan runtuh seketika.
Bukan, bukan karena aku yang meruntuhkannya. Tapi, dirimu tak ingin lagi tembok itu hadir di antara pikir lengang kita. Sederhana dan tak menyisakan apa-apa.
Andai mawar tak berduri, mungkin kenyataan tidaklah sepahit ucapan yang pernah terukir lama. Ia berlalu begitu
saja, aku sendiri tidak mengerti betul, kenapa ia harus datang di saat banyak pertanyaan belum sempat aku jawab.
Maaf.
Kenyataan membutakanku.
Pikirku sudah sekosong orang terhidupnotis. Ya, lagi-lagi aku menjadi bukan
yang dirimu inginkan. Tidak pandai menyusun tutur, tidak pandai membuat ucap dan satu hal yang selalu dirimu benci, rasaku yang tak utuh lagi.
Maaf.
Ini pintaku di sepanjang senja membinar diarak langit.
Rasanya, mataku sudah benar-benar takjub dengan keadaan saat ini. Aku ingin bercerita, tapi apa? Aku selalu kembali ke masa di mana aku sendiri tak ingin kenal ia lagi. Benar, masa lalu.
Masa laluku bukanlah seindah berlian, atau secanggih google yang menjawab setiap tanya.
Jelas aku bukan seperti itu, aku masih seperti remahan tanah yang digumpal oleh air bening dari aliran gunung.
Begitu kelat dan lekat, tapi aku mudah hancur. Benar, aku tak setangguh baja.
Maaf.
Mungkin begitu panjang yang telah aku ukir, sehingga menjadi membekas begitu keras tampaknya.
Lalu, masihkan luka lama itu hadir di hatimu?
Pekanbaru, 22 Agustus 2015
Ini tulisan lama ya, Mas.
Maaf aku jadi terbawa suasana. Serasa akulah orang yang diceritakan dalam tulisan mas Heru. Dan aku yang berusaha meminta maaf itu..hehe
Ahh, jadi serasa mengingat seseorang dimalalu lalu mas. he
Bacanya asik, mengalir mas, ditemani musik jadi lebih nikmat..
Baper banget baca ini, sama kayak mas Andi seketika langsung teringat seorang dimasa lalu 🙁
Kayaknya ini jika di visualkan bakal lebih bikin baper deh